Rabu, 02 Februari 2011

Kasus Gayus Dalam Perspektif “Game Theory”


Di tahun 1944, John Von Neuman dan Oscar Morgernstern’s memperkenalkan sebuah teori yang belakangan menjadi sangat pupuler dalam dunia bisnis dan keperilakuan. Bahkan diadopsi dalam berbagai literatur disiplin ilmu lainnya, terutama dalam kajian sosial. Teori itu dikenal dengan nama “Game theory”.

Game theory mengurai interaksi antara dua atau lebih agen (pemain) dalam sebuah permainan dimana masing-masing agen akan berupaya memaksimalkan keuntungannya. Dalam hal ini, strategi agen yang satu yang juga bergantung dengan strategi agen yang lain akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan diperoleh.

Lebih lanjut, seorang peraih Nobel Ekonomi, Nash menjelaskan bahwa dalam interaksi tersebut, kedua atau lebih agen itu dapat berinteraksi secara kooperatif atau nonkooperatif. Dalam hal ini, interaksi secara kooperatif akan menghasilkan keuntungan bagi masing-masing sebaliknya interaksi nonkooperatif memperlihatkan bagaimana pilihan strategi seorang agen dapat merugikan agen lainnya atau bahkan semuanya.

Dari situ, muncul sebuah skema permainan yang disebut “Prisoner’s dilemma” (dilemma narapidana). Skema Prisoner’s dilemma mencontohkan tentang dua (2) narapidana (A dan B) yang terlibat dalam sebuah kasus. Keduanya diinterogasi secara berbeda. Masing-masing narapidana akan menghadapi beberapa alternatif, jika A mengakui kesalahan dan B menyangkal maka A akan dibebaskan dan B mendapat hukuman 3 tahun (suckers payoff). Namun bila B juga mengakui (saling mengakui) kesalahan tersebut maka keduanya akan mendapat hukuman masing-masing 2 tahun. Tapi bila, keduanya sama-sama bungkam maka hanya mendapat hukuman 1 tahun.

Karena diinterogasi secara berbeda, diantara mereka mungkin saja akan ada yang bekhianat dan mecoba memaksimalkan keuntungan pribadinya. Disini, jika ada yang berkhianat maka kemungkinan akan mendapat hukuman 0 dan 3 tahun atau masing-masing 2 tahun (tergantung pengakuan napi lainnya). Namun bila keduanya bekerja sama yaitu sama-sama bungkam maka mereka hanya akan mendapat 1 tahun penjara.

Kooperatif untuk sama-sama bungkam bisa terjadi bila keduanya memiliki kedekatan emosional atau sering bertemu sebelumnya dan menjalin komitmen untuk saling menjaga. Namun, dalam kondisi yang tertekan dan diinterogasi secara terpisah, maka pilihan “rasional” terkadang adalah berupaya memaksimalkan kemungkinan terbaik (0 tahun). Pilihan yang malah dapat menjerumuskan keduanya (2 tahun penjara) sebab yang lain mungkin juga akan memilih hal yang sama.

Dalam kasus Gayus Tambunan, kita dapat melihatnya secara menarik dengan Perspektif Game theory. Mengingat mega kasus Gayus Tambunan melibatkan banyak pihak, sebagaimana kata Gayus sendiri, “Saya hanya teri, kalau mau bongkar tangkap juga Big fishnya”. Entah siapa yang dimaksud dengan big fish tersebut. Belakangan, sejumlah nama mulai dikait-kaitkan dengan kasus Gayus, antara lain Aburizal Bakrie, Denny Indrayana (Satgas Anti Korupsi), Susno Duadji, Jaksa Cirus Sinaga, dan sejumlah pembesar dalam tubuh Ditjen Pajak.

Pengakuan Gayus tentang adanya “Big fish” sebenarnya dapat menjadi acuan untuk menindaklanjuti dengan menanyakan kepada Gayus siapa big fish yang dimaksud. Belum lagi, pengakuan Gayus baru-baru ini tentang keterlibatan Deny Indrayana dalam kepergiannya ke Siangapura untuk mempolitisasi kasus Gayus Tambunan dan keterlibatan CIA membuat kasus ini semakin menarik juga semakin berbelit.

Jika menggunakan perfektif Game theory, sebenarnya mudah bagi Presiden yang selalu mengaku berada di garis terdepan pemberantasan korupsi serta bagi KPK dan Kepolisian untuk segera menyelesaikan kasus Gayus. Paksa Gayus untuk mengakui siapa saja yang perusahaan yang memberinya uang milyaran dan benarkah tentang keterlibatan Bakrie. Atau jangan-jangan ini hanya akal-akalan Denny indrayanayang tidak lain pesuruh SBY untuk mempolitisasi kasus Gayus demi kepentingan politik Demokrat atau untuk menyandera Kasus Century

Kejujuran Gayus hanya bisa ketika ancaman ganjaran atas dirinya berat dan kemungkinan untuk mendapat keringanan bila mengakui semuanya secara jujur. Dengan ancaman yang berat, tentu Gayus tidak ingin menjadi tumbal sendiri ditengah permainan para Big fish.

Tapi ya sudahlah, di negeri para bedebah ini, kita tidak perlu berharap banyak. Hukuman 7 tahun bagi Gayus mungkin saja merupakan pilihan paling maksimal bagi semuanya, dimana Gayus yang semula dituntut 20 tahun hanya di vonis 7 tahun. Daripada 20 tahun mending 7 tahun dengan asumsi tetap bungkam agar para big fish dapat melenggang kangkung dengan aman. Toh juga para big fish tersandera dengan mega skandal masing-masing. Saling khianat hanya akan merugikan semuanya.

So,matikan tv atau ganti saluran TV mu, menonton sinetron mungkin sedikit lebih menghibur daripada terus larut dalam emosi mengikuti berita Gayus yang hanya menyesakkan dada. Sebab pada akhirnya kita akan sadar, semua ini hanya permainan para Big fish.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar