Kamis, 30 Desember 2010

Pesta telah usai, saatnya recovery!

Kita berada di zaman yang sakit. Zaman dimana psikologi menjadi program studi yang begitu digemari sebab prospek masa depan dengan pertumbuhan penderita kelainan jiwa cukup menjanjikan. Kita sedang di ambang batas toleransi, kesabaran tak lagi mendapat tempat, frustasi sosial semakin tak terkendali.

Walhasil, segenap kita lebih senang menjadikan pesta sebagai kanalisasi segala bentuk kemuakan terhadap kondisi yang semakin mencekik. Berbekal seadanya,kita jadikan apa saja yang dapat membuat kita berpesta. Hanya untuk tujuan: berteriak dan bernyanyi sekeras mungkin demi melupakan segala penat. Tidak lebih, apalagi hanya untuk sebuah nasionalisme yang tidak berarti apa-apa untuk perbaikan hidup. Tentu bukan untuk itu.

Semalam, kita telah mengakhiri pesta itu. Hajatan besar yang membuat dari Sabang sampai Merauke bernyanyi bersama. Serempak kita menyanyikan “Garuda di dadaku” melupakan jika beberapa waktu lalu kita harus “Garuk Dada” akibat bencana alam yang tanpa jeda menyapa serta bencana politik yang tak lagi sungkan-sungkan menampakkan wujud aslinya.

Ditengah kegalauan, pesta semalam setidaknya menunda sedikit rasa sakit atas semua penderitaan. Kesebelas pemain kita tahu betul bagaimana caranya membuat kita semua bisa bergoyang. Badan yang telah lama kaku akibat ketegangan berkepanjangan butuh sedikit relaksasi.

Bahkan, dalam kondisi tidak juara sekalipun kita masih bergoyang, meneriakkan yel-yel mendukung timnas. Karena mungkin memang kita tidak begitu peduli dengan juara itu, masih banyak kejuaraan untuk merebutnya di waktu yang lain. Firman Utina dan kawan-kawan telah bermain maksimal dan dengan itu kita terhibur, hanya saja, pemain lawan sedikit lebih beruntung.

Pesta AFF berakhir, saatnya recovery.

Pesta semalam telah usai. Pagi ini kita kembali ke tempat masing-masing melanjutkan hidup dan cerita kita masing-masing. Sebagaimana pesta, selalu ada kelegaan setelahnya, setidaknya berharap, setelah pesta semalam, kita kembali ke kehidupan kita dengan perasaan gembira dan semua akan berjalan dengan mudah.

Recovery. Saya tertarik dengan kata ini selepas mengunjungi Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) semalam. Festival film tahunan tersebut mengusung tema recovery. Juga setelah mengunjungi desa Umbulharjo beberapa waktu lalu. Desa yang tak lagi menampakkan adanya tanda-tanda kehidupan, kembali ditata oleh warganya sendiri. Mereka melakukan recovery, membangun desa secara swadaya, tidak perlu berlama-lama untukmenunggu janji pemerintah terealisasi, sebab pemerintah memang tidak pernah serius dengan janjinya.

Bangsa ini butuh recovery. Sepakbola memang tidak ada kaitannya dengan harga diri bangsa, sepakbola hanya permainan. Namun, menyaksikan pertandingan malam lalu, paling tidak, sepakbola telah meniupkan ruh optimisme keseluruh pelosok negeri. Terlepas, dari apakah ini hanya nasionalisme semu atau tidak, faktanya, semua orang larut dalam hiruk pikuk nyanyian bangga, “Garuda di Dadaku”. Luna Maya tidak terkecuali.

Momentum akhir tahun dan piala AFF ada baiknya menjadi pijakan melakukan recovery atas semua persoalan yang kita hadapi. Semangat dari lapangan hijau semoga merambah ke pasar untuk menata kembali perekonomian yang sempat limbung akibat krisis global, juga semoga mengalir ke panggung politik yang telah lama direduksi oleh para politisi bermental pecundang, juga semoga berhembus ke istana agar menjadi teladan bagi presiden yang lebih sering menangis dan curhat bila rakyatnya mengeluh.

Pesta telah usai, saatnya recovery!Masih sangat banyak yang perlu diperbaiki. Dan yang terdekat dari pesta malam itu, recovery kepengurusan PSSI, turunkan Nurdin Khalid!

Selamat tahun baru!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar