Kamis, 06 Januari 2011

Selamat nah!

Tanggal yang sama dua puluh tiga tahun lalu. Membayangkan hari itu menjadi yang tak terlupakan bagi sepasang suami istri, laki-laki berkumis tertata yang sedari malam mondar-mandir tak karuan dan istrinya yang bermandi peluh semalaman mengeram menahan sakit. Hari itu, mereka adalah pasangan paling bahagia, serasa malam lailatul qadar, Tuhan menyapa mereka lewat perantaraan gadis mungil, pipi tembem merah, meraung-raung. Malaikat kecil yang membuat hari-hari mereka bakal berubah. Kau menangis dan mereka tertawa lebar. Demikian kebahagiaan hari itu.

Hari ini,tepat dua puluh tiga tahun setelahnya. Kau bukan lagi gadis kecil dengan pipi kemerahan, jerawat di bagian kiri pipimu penanda kau mulai jatuh cinta. Kau juga tidak lagi menangis, kecuali untuk beberapa hal, kini kau lebih sumringah dengan senyum yang terus mengulum. Senyum yang tiga tahun lalu membuatku sulit tidur, selalu berhitung dengan kemungkinan-kemungkinan di baliknya.

Dalam waktu, kau terus berevolusi, dari kau yang kanak-kanak hingga kau yang menanjak dewasa. Meski pada sisi-sisi yang lain, tetap saja ada yang tak berubah.

Yang berbeda dengan ruang, waktu hanya memiliki dua dimensi, depan-belakang. Dalam ruang, kita bisa pergi ke mana saja, atas-bawah, depan-belakang, kiri-kanan, tapi dalam waktu, tidak ada pilihan selain ke depan, dibelakang hanya masa lalu yang tak mungkin lagi kita kunjungi.

Disini,saya tidak ingin memusingkan perdebatan Newton dan Einstein apakah waktu mutlak atau relative. Satu yang pasti, hari ini kau genap dua puluh tiga tahun, dan banyak hal yang telah kau lewati. Tentu tidak salah jika saya patut berbangga, sebab menjadi bagian dari banyak hal itu. Semalam, kita bertengkar panjang, kemarin kita tertawa renyah, dan esok entah apa lagi.

Dalam jarak, tidak mungkin ada kado special selain tulisan tak karuan ini. Tulisan yang juga menjadi doa semoga kelak, di usia mu yang semakin tua semua yang kau mimpikan terwujud dan hari-harimu lebih menyenangkan. Oia, adakah saya dalam deretan mimpi itu? Ah, tak perlu kau jawab,,

Karena tak ada kado, saya hanya ingin mengutip sajak Rieke Diah Pitaloka,

Maaf, Tak bisa kutulis banyak,
Tinta habis,
Semalam kugoresi langit dengan namamu

Selamat nah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar